Tarif Pajak
Penghasilan (PPh) yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah
sebagai berikut:
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
- Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai
dengan Rp 50.000.000,-
|
5%
|
di atas Rp
50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-
|
15%
|
di atas Rp
250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-
|
25%
|
di atas Rp
500.000.000,-
|
30%
|
- Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
(2) Tarif
tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).
(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).
Perhitungan Pph Badan
PERHITUNGAN PPh TERUTANG TAHUN 2010 BERDASARKAN UU PPh NO. 36
PASAL 31E TAHUN 2008 DAN PPh PASAL 25
Dengan mulai berlakunya UU PPh
No. 36 tahun 2008 per 01 Januari 2009 yang merupakan rangkaian perubahan
terhadap UU PPh No. 7 tahun 1983, maka salah satu yang perlu dicermati adalah
perubahan tarif atas badan dari 28% untuk tahun fiskal 2009 menjadi 25% untuk
tahun fiskal 2010.
Periode penyampaian SPT Tahunan tahun 2010 ini merupakan periode pelaporan
tahunan yang menggunakan ketentuan Undang-undang Nomor 36 Pasal 31 E
Tahun 2008.
Dengan adanya tarif tunggal ini semua Wajib Pajak Badan, baik besar atau
kecil akan dikenakan tarif yang sama. Kondisi ini berbeda dengan kondisi tahun
2008 yang masih menggunakan tarif progresif.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
mengantisipasi hal ini dengan memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% bagi Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UMKM). Fasilitas ini
diatur dalam Pasal 31e UU Nomor 36 Tahun 2008.
Siapakah Wajib Pajak UMKM yang
mendapatkan fasilitas ini?. Kalau di lihat dalam Pasal 31e, maka kriteria Wajib
Pajak UMKM yang bisa mendapatkan fasilitas ini adalah :
1.
Wajib Pajak Badan (berarti WP Orang Pribadi tidak mendapatkan fasilitas ini),
2.
Peredaran bruto sampai dengan Rp50 Milyar (nampaknya yang dimaksud di sini
adalah peredaran bruto setahun)
Jika kedua
syarat itu dipenuhi maka, Wajib Pajak ini berhak atas pengurangan tarif 50%
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp4,8 Milyar (setahun).
Pada Pasal 17 ayat 1 huruf (b) dan (2a) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan :
“b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen)”.
“(2a)
Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima
persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010”.
Kemudian pada Pasal 31 huruf e di sebutkan
“Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran
bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat
fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)”.
Penjelasan pasal 31 Huruf e :
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00
dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00.
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 25% x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp30.000.000.000,00
dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
bruto yang memperoleh fasilitas:
- (Rp4.800.000.000,00
: Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00 (A)
Jumlah
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas:
- Rp3.000.000.000,00
– Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00 (B)
Pajak
Penghasilan yang terutang:
(50% x 25% x
A) + (25 % x B), yaitu :
- (50%x 25% x
Rp480.000.000,00) = Rp. 60.000.000,00
-
(25%xRp2.520.000.000,00)
= Rp. 630.000.000,00
Jumlah Pajak
Penghasilan yang terutang = Rp. 690.000.000,00
Jadi secara
ringkas bisa di sebutkan disini untuk Wajib Pajak Badan,
Bila
beromset/peredaran usaha di atas 50 M, otomatis ia akan terkena tarif Pasal 17
ayat (2a) UU Nomor 36 Tahun 2008, yaitu sebesar 25 %.
Bila
peredaran usahanya hanya sebatas 4,8 M maka ia mendapatkan pengurangan tarif
sesuai bunyi Pasal 31 huruf e diatas yaitu sebesar 50 % x 25%. Langsung
dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak nya.
Tetapi Bila
Peredaran Usaha nya diantara 4,8 M s.d. 50 M, maka berlaku perhitungan seperti
penjelasan pada contoh 2 diatas.
Sedangkan
untuk perhitungan PPh Pasal 25 yang merupakan angsuran pajak yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak dapat di hitung berdasarkan SPT Tahunan yaitu dari
pajak penghasilan terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
yang lalu di kurangi dengan :
- Pajak
Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23
serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
dan
- Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak,
Contoh
|
:
|
Pajak
Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun 2010 Rp 62.500.000,00 dikurangi :
a. Pajak
Penghasilan yang dipotong
pemberi kerja (Pasal 21) Rp 15.000.000,00
pemberi kerja (Pasal 21) Rp 15.000.000,00
b. Pajak
Penghasilan yang dipungut
oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00
oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00
c. Pajak
Penghasilan yang dipotong
oleh pihak lain (Pasal 23) Rp 2.500.000,00
oleh pihak lain (Pasal 23) Rp 2.500.000,00
d. Kredit Pajak
Penghasilan luar
negeri (Pasal 24) Rp 7.500.000,00
——————— (+)
negeri (Pasal 24) Rp 7.500.000,00
——————— (+)
Jumlah kredit pajak
Rp 35.000.000,00
——————— (-)
Selisih Rp 27.500.000,00
——————— (-)
Selisih Rp 27.500.000,00
Besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2011 adalah
sebesar Rp 2.291.667 yaitu :
(Rp
27.500.000,00 dibagi 12).
Angsuran pajak tersebut dapat di lakukan pembayarannya
pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak PPh Tahunan Badan berakhir,
tepatnya untuk saat ini adalah di bulan Mei untuk masa pajak April, namun jika
pelaporan SPT Tahunan Badan terjadi mundur maka Wajib Pajak mulai melakukan
pembayaran angsuran di bulan Juli untuk masa pajak Juni, kemudian Wajib Pajak
tidak perlu melapor jika terjadi pembayaran angsuran pajak, dan Wajib Pajak
harus melapor jika tidak adanya pembayaran angsuran pajak ( NIHIL ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar