Tarif dan Objek PPh Pasal 26 - Belajar Yuk Guys

Breaking

Senin, 02 April 2018

Tarif dan Objek PPh Pasal 26

Tarif dan Objek PPh Pasal 26
  1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
    1. dividen;
    2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
    3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
    5. hadiah dan penghargaan
    6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
    7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
    8. Keuntungan karena pembebasan utang.
  2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
    1. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
    2. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
  3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
  4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
  5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
  1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
  2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
    1. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
    2. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
    3. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
  3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
  4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.





Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun
Published by Dudi Wahyudi on December 28th, 2010 09:39 PM | Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21  
Dalam penghitungan PPh Pasal 21 dikenal istilah biaya jabatan dan biaya pensiun.  Biaya jabatan adalah pengurang untuk penghasilan pegawai tetap sedangkan biaya pensiun adalah pengurang bagi uang pensiun bulanan yang diterima pensiunan.
Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah salah satu pengurang dalam menghitung PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan. Jadi, setiap pegawai tetap berhak untuk mendapat pengurangan ini. Istilah “jabatan” tidak merujuk pada pengertian jabatan formal tertentu dalam perusahaan atau instansi. Dari staf biasa sampai Direktur utama berhak mendapatkan pengurang biaya jabatan ini.
Besarnya biaya jabatan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap Atau Pensiunan. Berdasarkan ketentuan ini besarnya biaya jabatan adalah sebesar  5% dari penghasilan bruto dengan maksimal setahun adalah Rp6.000.000,- atau Rp500.000,- sebulan.
Contoh :
Suharsa ada manajer keuangan PT Adil Makmur. Pada bulan Januari 2011 Suharsa mendapatkan gaji dan tunjangan dari PT Adil Makmur sebesar Rp100.000.000,-. Besarnya biaya jabatan bagi Suharsa adalah 5% x Rp100.000.000,-  atau sama dengan Rp5.000.000,-. Namun demikian, maksimum biaya jabatan yang diperkenankan adalah Rp500.000,- sebulan sehingga biaya jabatan untuk Suharsa pada bulan Januari 2011 adalah Rp500.000,-.
Biaya Pensiun
Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21 yang dipotong bagi pensiunan adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam pengertian pensiunan termasuk juga penerima tunjangan hari tua atau tabungan hari tua.
Seperti biaya jabatan bagi pegawai tetap. besarnya biaya pensiun juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap Atau Pensiunan.
Berdasarkan peraturan tersebut, besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 bagi penerima uang pensiu yang dibayarkan secara berkala ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00  setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan.
Contoh :
Bapak Ahmadi adalah seorang pensiunan yang sebelumnya kerja pada PT Selalu Sejahtera. Bapak Ahmadi mendapatkan uang pensiunan bulanan dari Dana Pensiun sebesar Rp1.000.000,- sebulan. Besarnya biaya pensiun per bulannya bagi Bapak Ahmadi adalah 5% x Rp1.000.000,-. atau sama dengan Rp50.000,-. Maksimum biaya pensiun sebulan adalah Rp200.000,- sehingga biaya jabatan per bulan bagi Bapak Ahmadi adalah Rp50.000,-.




Tarif pajak pasal 17 wajib pajak dalam negeri

Tarif pemotongan pajak atas penghasilan dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a. Tarif berikut berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000,- 30%
Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar